Sabtu, 26 September 2015

Gajah Sumatera




            Gajah Sumatera yang memiliki nama latin Elephas maximus sumatrensis merupakan mamalia terbesar di Indonesia beratnya mencapai 6 ton dan tumbuh setinggi 3,5 meter pada bahu Herbivora raksasa ini hanya berhabitat di Pulau Sumatera dan memiliki otak yang lebih besar dibandingkan dengan mamalia darat lain yang membuat mereka sangat cerdas. Telinga yang cukup besar membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu mengurangi panas tubuh. Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air dengan cara memegang atau menggenggam bagian ujungnya yang digunakan seperti jari untuk meraup.
            Gajah Sumatera merupakan ‘spesies payung’ bagi habitatnya dan mewakili keragaman hayati di dalam ekosistem yang kompleks tempatnya hidup. Artinya konservasi satwa besar ini akan membantu mempertahankan keragaman hayati dan integritas ekologi dalam ekosistemnya, sehingga akhirnya ikut menyelamatkan berbagai spesies kecil lainnya. Dalam satu hari, gajah mengonsumsi sekitar 150 kg makanan dan 180 liter air dan membutuhkan areal jelajah hingga 20 kilometer persegi per hari. Biji tanaman dalam kotoran mamalia besar ini akan tersebar ke seluruh areal hutan yang dilewatinya dan membantu proses regenerasi hutan alam.
Gajah Sumatera saat ini merupakan salah satu binatang yang masuk dalam satwa terancam punah. Populasinya terus menurun dari tahun ke tahun. Khusus untuk di wilayah Riau dalam seperempat abad terakhir ini estimasi populasi gajah Sumatera, yang telah lama menjadi benteng populasi gajah, menurun sebesar 84% hingga tersisa sekitar 210 ekor saja di tahun 2007. Lebih dari 100 individu Gajah yang sudah mati sejak tahun 2004.


Salah satu penyebab dari terancamnya satwa ini adalah diambilnya gading gajah oleh para pemburunya. Untuk mendapatkan sebuah gading gajah para pemburu harus membunuh gajah tersebut. Salah satu tempat yang menjadi tempat perburuan gading tersebut misalnya di Mandau, Bengkalis. Selain itu, pernah ditemukan 2 ekor gajah jantan yang diambil gadingnya di Jambi pada September 2014.
Ancaman utama bagi gajah Sumatera adalah hilangnya habitat mereka akibat aktivitas penebangan hutan yang tidak berkelanjutan perburuan dan perdagangan liar juga konversi hutan alam untuk perkebunan (sawit dan kertas) skala besar. Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah dengan laju deforestasi hutan terparah di dunia dan populasi gajah berkurang lebih cepat dibandingkan jumlah hutannya. Penyusutan atau hilangnya habitat satwa besar ini telah memaksa mereka masuk ke kawasan berpenduduk sehingga memicu konflik manusia dan gajah, yang sering berakhir dengan kematian gajah dan manusia, kerusakan lahan kebun dan tanaman dan harta benda.
Pengembangan industri pulp dan kertas serta industri kelapa sawit sebagai salah satu pemicu hilangnya habitat gajah di Sumatera, mendorong terjadinya konflik manusia-satwa yang semakin hari kian memuncak. Pohon-pohon sawit muda adalah makanan kesukaan gajah dan kerusakan yang ditimbulkan gajah ini dapat menyebabkan terjadinya pembunuhan (umumnya dengan peracunan) dan penangkapan. Ratusan gajah mati atau hilang di seluruh Provinsi Riau sejak tahun 2000 sebagai akibat berbagai penangkapan satwa besar yang sering dianggap ‘hama’ ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar