Gajah
Sumatera yang memiliki nama latin Elephas
maximus sumatrensis merupakan mamalia terbesar di Indonesia beratnya
mencapai 6 ton dan tumbuh setinggi 3,5 meter pada bahu Herbivora raksasa ini hanya
berhabitat di Pulau Sumatera dan memiliki otak yang lebih besar dibandingkan
dengan mamalia darat lain yang membuat mereka sangat cerdas. Telinga yang cukup
besar membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu mengurangi panas tubuh.
Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air dengan cara memegang
atau menggenggam bagian ujungnya yang digunakan seperti jari untuk meraup.
Gajah
Sumatera merupakan ‘spesies payung’ bagi habitatnya dan mewakili keragaman
hayati di dalam ekosistem yang kompleks tempatnya hidup. Artinya konservasi
satwa besar ini akan membantu mempertahankan keragaman hayati dan integritas
ekologi dalam ekosistemnya, sehingga akhirnya ikut menyelamatkan berbagai
spesies kecil lainnya. Dalam satu hari, gajah mengonsumsi sekitar 150 kg
makanan dan 180 liter air dan membutuhkan areal jelajah hingga 20 kilometer
persegi per hari. Biji tanaman dalam kotoran mamalia besar ini akan tersebar ke
seluruh areal hutan yang dilewatinya dan membantu proses regenerasi hutan alam.
Gajah Sumatera saat ini
merupakan salah satu binatang yang masuk dalam satwa terancam punah. Populasinya
terus menurun dari tahun ke tahun. Khusus untuk di wilayah Riau dalam
seperempat abad terakhir ini estimasi populasi gajah Sumatera, yang telah lama
menjadi benteng populasi gajah, menurun sebesar 84% hingga tersisa sekitar 210
ekor saja di tahun 2007. Lebih dari 100 individu Gajah yang sudah mati sejak
tahun 2004.
Salah satu penyebab dari
terancamnya satwa ini adalah diambilnya gading gajah oleh para pemburunya. Untuk
mendapatkan sebuah gading gajah para pemburu harus membunuh gajah tersebut. Salah
satu tempat yang menjadi tempat perburuan gading tersebut misalnya di Mandau,
Bengkalis. Selain itu, pernah ditemukan 2 ekor gajah jantan yang diambil
gadingnya di Jambi pada September 2014.
Ancaman utama bagi gajah Sumatera adalah hilangnya
habitat mereka akibat aktivitas penebangan hutan yang tidak berkelanjutan
perburuan dan perdagangan liar juga konversi hutan alam untuk perkebunan (sawit
dan kertas) skala besar. Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah dengan
laju deforestasi hutan terparah di dunia dan populasi gajah berkurang lebih
cepat dibandingkan jumlah hutannya. Penyusutan atau hilangnya habitat satwa
besar ini telah memaksa mereka masuk ke kawasan berpenduduk sehingga memicu
konflik manusia dan gajah, yang sering berakhir dengan kematian gajah dan
manusia, kerusakan lahan kebun dan tanaman dan harta benda.
Pengembangan industri pulp dan kertas
serta industri kelapa sawit sebagai salah satu pemicu hilangnya habitat gajah
di Sumatera, mendorong terjadinya konflik manusia-satwa yang semakin hari kian
memuncak. Pohon-pohon sawit muda adalah makanan kesukaan gajah dan kerusakan
yang ditimbulkan gajah ini dapat menyebabkan terjadinya pembunuhan (umumnya
dengan peracunan) dan penangkapan. Ratusan gajah mati atau hilang di seluruh
Provinsi Riau sejak tahun 2000 sebagai akibat berbagai penangkapan satwa besar
yang sering dianggap ‘hama’ ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar